Kamis, 18 September 2008

Alma materku - Seminari Stella Maris - Bogor

SEMINARI MENENGAH STELLA MARIS
B O G O R

Latar Belakang Sejarah

Atas anjuran Mgr. De Jonghe d'Ardoye, Nunsius Apostolik untuk Indonesia saat itu, agar setiap Keuskupan atau Perfektura mempunyai sebuah seminari menengah sendiri, maka pada tahun 1950 diadakan rapat Bandung. Dalam rapat tersebut diumumkan bahwa akan didirikan seminari menengah di Cicurug.
Seminari menengah itu resmi didirikan pada tanggal 28 November 1950 oleh Mgr. N.Geise OFM yang saat itu menjabat sebagai Perfek Apostolik pada Perfektur Sukabumi.

Seminari menengah yang mengambil nama Stella Maris ini mulai dalam keadaan yang masih sangat sederhana dengan hanya beberapa murid yang belajar di sana dan tempatnya pun masih menumpang di biara Fransiskan di Cicurug:

Periode Cicurug (1950-1961)

Mula-mula seminari menumpang di biara Fransiskan di Cicurug tetapi beberapa saat kemudian memiliki tempat tersendiri di samping biara Fransiskan tersebut. Keadaannya waktu itu masih sangat sederhana dengan ruang-ruang yang sempit sehingga kamar tidurpun dijadikan kelas. Selain itu air pun sering macet sehingga kadang-kadang para seminaris terpaksa mandi di sungai dekat biara.

Rektor yang pertama di Cicurug adalah Pater Vermeulen OFM. Pada waktu itu rektor harus menangani berbagai urusan kerumahtanggaan dan pendidikan sendiri karena belum ada perfek ataupun pendamping. Apalagi ditambah dengan keadaan yang masih sederhana dan belum stabil, maka rektor pada waktu itu harus bekerja keras agar Seminari Menengah itu tetap hidup. Untunglah bahwa dalam bidang pendi-dikan ada satu tenaga yang bisa membantu, yakni Pater Van der Laan OFM, yang selain mengajar di seminari, juga harus mengajar di biara dan lain sebagainya. Selain itu kaum awam juga ingin ikut berpartisipasi dalam pendidikan terbukti dengan ikut mengajarnya guru-guru awam di Cicurug.

Ketika Pater Vermeulen dipindahkan ke Rangkasbitung jabatan rektor dipegang oleh Pater Koesnen OFM, dan akhirnya Pater Koesnen OFM digantikan oleh Pater Van der Laan OFM sebagai rektor ketiga.

Siswa pertama di Seminari Menengah Stella Maris adalah lulusan SD. Tahun pertama mulai dengan lima orang anak lalu berkembang menjadi 8 orang, lama kelamaan siswa lulusan SMP juga diterima. Akhirnya lulusan SMA pun diterima, tetapi hanya satu dua saja karena tempat dan sarananya yang terbatas.

Karena menerima lulusan SD dan SMP maka jenjang pendidikan di seminari waktu itu terbagi menjadi dua, yakni bagian SMP (kelas 1 sampai kelas 3) yang menampung siswa lulusan SD dan bagian SMA (kelas 4 sampai kelas 6 lalu dilanjutkan setahun masa persiapan lagi di kelas 7). Kelas 7 diikuti juga oleh mereka yang sudah lulus SMA.

Periode Sukasari (1961-1963)

Setelah Perfektura Sukabumi diubah menjadi Keuskupan Bogor pada tanggal 1 Agustus 1961, bagian SMP dan SMA dipisahkan. Bagian SMP tetap berada di Cicurug, dan bagian SMA pindah ke Sukasari Bogor ke gedung yang sekarang ini menjadi Gereja Santo Fransiskus Assisi Sukasari.

Adapun alasan pemindahan ini adalah :

  1. Karena jumlah siswa bertambah dan gedung di Cicurug tidak dapat menampung siswa lebih banyak, apalagi karena pihak biara ingin menggunakan beberapa lokasi dari biara yang dipakai oleh seminari, sehingga mau tak mau sebagian harus pindah ke tempat lain. Akhirnya Mgr. N.Geise OFM berhasil mendapatkan tempat yakni di Sukasari.
  2. Karena sulitnya mencari tenaga guru SMA yang harus didatangkan dari Bogor atau Sukabumi, sebab di Cicurug belum ada SMA.

Rektor pertama di Sukasari adalah Pater Remedius Wijbrands OFM, tapi beliau hanya menjabat selama setahun saja dan kemudian diganti oleh Pater Ismael Harjawardaya OFM.

Pada waktu itu para siswa sekolahnya tidak di dalam kompleks seminari di Sukasari tapi harus pergi ke sekolah lain. Untuk pelajaran bahasa Jerman dan Perancis mereka harus pergi ke Susteran Regina Pacis (FMM), dan untuk pelajaran lainnya ke Jalan Kapten Muslihat bersama dengan para calon Bruder Budi Mulia. Lalu pada sore harinya ada kursus di Sukasari. Selain itu untuk pelajaran lainnya mereka harus mendatangi para guru yang bersangkutan di rumah atau di sekolah tempat guru itu bertugas, misalnya di Taman Siswa dan SMA Regina Pacis. Akhirnya untuk ujiannya mereka mengikuti ujian ekstraining di SMA Negeri I dan ternyata hasilnya banyak yang lulus dengan baik.
Siswa seminari saat itu masih sedikit, berasal dari Bogor dan sekitarnya, ada juga titipan dari Nyarungkop, Kalimantan Barat. Dan dari mereka ada beberapa yang kini berhasil menjadi imam.

Periode Kapten Muslihat (sejak tahun 1963 sampai kini)

Pemisahan bagian SMP dan SMA ternyata tidak dapat bertahan lama, karena hal itu kurang memuaskan, maka pada tanggal 1 Agustus 1963 kedua bagian itu disatukan lagi dengan menempati gedung di Jalan Kapten Muslihat.

Mula-mula seminari ditempatkan di gedung yang sekarang ini dipakai untuk Balai Pengobatan Melania Bruderan. Untuk belajar mereka memakai gedung Balai Pemuda Katolik (BPK). Tapi keadaan ini hanya berlangsung satu tahun ajaran saja yakni tahun 1964/1965.

Setelah asrama panti asuhan St. Vincentius berakhir tahun 1964, gedung di Jl. Kapten Muslihat 22 yang dipakai oleh Bruderan untuk asrama panti asuhan tersebut diusulkan untuk dipakai oleh seminari agar seminari dapat berkembang.

Rektor pertama yang memimpin di Jalan kapten Muslihat 22 adalah Pater Ismael Harjawardaya OFM yang kemudian diganti oleh Pater Koopman OFM, dan Pater Wijbrands OFM menyusul kemudian selama hampir duapuluh dua tahun. Kemudian berturut-turut, Rm. B. Sudjarwo Pr, Rm. Victor Solekase Pr, Rm. Ridwan Amo Pr, dan Rm. Paulus Haruna Pr menjadi Rektornya.

Sewaktu di Cicurug, rektorlah yang menangani pendidikan maupun rumah tangga. Kini setelah pindah ke Bogor rektor dibantu oleh rekan kerja pendamping atau perfek. Urusan sekolah yang semula sepenuhnya diurus oleh Rektor, setelah pindah ke Bogor mulai diserahkan kepada Direktur seminari.

Pada waktu pindah ke jalan Kapten Muslihat seminari masih menampung siswa lulusan SD. Kala itu SMP masih bergabung dengan SMP Budi Mulia. Untuk bagian SMA mula-mula seminari menggabungkan diri dengan SMA Regina Pacis bahkan pernah bergabung dengan SMA Xaverius Jakarta. Tetapi karena ada masalah dengan Kanwil Jawa Barat maka akhirnya seminari melepaskan diri dari SMU Regina Pacis. Periode berikutnya, Seminari menggabungkan diri dengan SMA Mardi Yuana Sukasari. Setelah Budi Mulia memiliki SMU maka atas dasar beberapa pertimbangan praktis, Seminaripun menggabungkan diri dengan SMU Budi Mulia.

Tujuan Didirikannya Seminari Menengah Stella Maris

Tujuan semula didirikannya Seminari Stella Maris adalah untuk mendidik para pemuda yang di kemudian hari diharapkan menjadi imam-imam yang berkarya di Keuskupan Bogor atau imam Fransiskan.

Tetapi tujuan itu kemudian berkembang dan tidak lagi mengharuskan para siswanya untuk menjadi imam Projo Bogor atau Fransiskan, karena beberapa tahun setelah seminari mulai di Cicurug ada beberapa Keuskupan, misalnya Bali dan Padang, menitipkan anak didiknya di Seminari Stella Maris Bogor. Setelah pindah ke Bogor semakin banyak pula keuskupan dan tarekat yang menitipkan anak didiknya pada Seminari Menengah Stella Maris. Akhirnya diambil kebijaksanaan untuk tidak mengharuskan siswa seminari Stella Maris untuk menjadi imam Projo Bogor atau Fransiskan. Mereka diberi kebebasan untuk memilih tarekat yang diminatinya hingga kini.

Kebhinekaan Siswa

Sejak seminari ini berdiri para murid yang diterima sudah berdatangan dari berbagai daerah misalnya Bogor, Jakarta, Jawa Tengah, Lampung, Padang, Kalimantan, Flores, Banjar-masin, Medan dan sebagainya.

Mula-mula untuk masuk ke Seminari Stella Maris hampir tidak ada syarat yang dipenuhi, cukup dengan motivasi dan beberapa keterangan dari Pastor setempat dan ijasah sebagai syarat mutlak. Tapi perkembangan berikutnya membutuhkan pula keterangan dari orang tua, rekomendasi Pastor Paroki, surat kesehatan dari dokter atau Rumah sakit, dan motivasi pun semakin diseleksi agar anak betul-betul memiliki motivasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Oleh karena peminat bertambah banyak, sedangkan kapasitas ada batasnya maka kini ditempuh juga tes masuk bagi para kandidatnya.

Jenjang Pendidikan

Sejak berdirinya di Cicurug, Seminari Stella Maris menerima siswa lulusan dari SD. Mereka mengikuti pendidikan di Seminari dari kelas I sampai kelas VII. Sejak tahun 1973 seminari tidak lagi menerima lulusan SD, hanya menerima lulusan SMP dan SMA sehingga jenjang pendidikannya pun berubah. Mereka yang lulus SMP mengikuti pendidikan di kelas I sampai kelas III dan dilanjutkan setahun lagi di kelas VIIC. Sedang-kan mereka yang lulus SMA mengikuti pendi-dikan di kelas VIIA dan dilanjutkan setahun lagi di VIIB.

Para seminaris lulusan SMP, di seminari mengikuti pelajaran dengan kurikulum SMA biasa dengan ditambah beberapa pelajaran khusus yakni Bahasa Latin, Jerman, dan Sunda. Setelah tamat SMA dilanjutkan setahun di kelas VIIC.

Para lulusan SMA di seminari mengikuti pendidikan di kelas VIIA dengan pelajaran : Agama, Katekese, Etika, Bahasa Inggris, Indonesia, Jerman, Latin, Sunda, Seni suara, ketrampilan dan olahraga. Setelah itu lalu dilanjutkan di kelas VIIB dengan pelajaran yang sama dengan pelajaran di kelas VIIC.
Jadi lama pendidikan untuk lulusan SLTP adalah empat tahun dan untuk SLTA dua tahun.

Masa Depan Seminari Stella Maris

Dari hasil wawancara dengan banyak mantan seminaris sendiri maupun mantan pengasuh dan pengasuh yang saat ini masih berkarya, dapat disimpulkan bahwa :

  1. Seminari Stella Maris diharapkan akan terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan semboyannya "Crescat et Floreat". Kebutuhan umat akan imam di Indonesia semakin meningkat, dan bahkan sekarang ini pun ada banyak daerah di Indonesia yang masih kekurangan imam. Oleh karena itu Seminari Stella Maris Bogor diharapkan tetap pada tujuannya yakni sebagai tempat pendidikan dan persiapan pribadi-pribadi unggul, yang kelak diharapkan menjadi imam di berbagai pelosok tanah air.
  2. Agar dapat semakin cepat tumbuh dan berkembang ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Seminari Stella Maris, yakni:
    1. Tempat yang lebih luas dan memadai, jadi sebaiknya lokasi seminari dipindahkan di pinggir kota, misalnya agar dapat lebih dapat diperluas sehingga dapat menampung siswa lebih banyak.
    2. Seminari perlu mandiri, artinya tidak perlu lagi bergabung dengan SMA luar tapi menjadi sekolah mandiri, seperti halnya Seminari Menengah Mertoyudan. Dan selain itu diharapkan seminari memiliki guru tetap sehingga kekosongan pelajaran dapat semakin terkurangi.
    3. Sarana belajar dan sarana penting lain hendaknya ditambah atau diperbarui, agar para seminaris tidak lagi canggung dengan alat/barang modern sehingga tidak timbul hambatan bagi seminaris bila diterjunkan ke dalam masyarakat modern. Untuk mempersiapkan gembala umat, di mana keadaan sudah begitu canggih dan modern, perlu ditunjang dengan fasilitas modern yang memadai pula.

Semoga Seminari Menengah Stella Maris dapat semakin menjawab tantangan akan kebutuhan imam dan juga dapat semakin memenuhi segala syarat yang dituntut demi perkembangan seminari selanjutnya.