Rabu, 31 Oktober 2012

KISAH TENTANG WINDI – PENANGANAN KORBAN HUMAN TRAFFICKING



KISAH TENTANG WINDI – PENANGANAN KORBAN HUMAN TRAFFICKING

Kisah perjalanan Windi (nama aslinya Windelina Naif) memang tidak bisa diketahui secara persis, karena kondisi kejiwaan Windy yang masih labil sehingga dia juga tidak bisa cerita secara detil. Kondisi jiwa yang stress dan trauma akibat kekerasan yang dialami juga membuat orang takut untuk bercerita, seperti contoh ketika Windy ditanya bagaimana atau apa pekerjaannya di Medan ia seperti ketakutan.
Berikut ini cerita dari Bpk Abraham. Bpk Abraham adalah seorang satpam senior dan dipercaya pada sebuah PT pabrik karet tempat bekerja para buruh dampingan kami yang berasal dari Timtim.
Beberapa hari sebelum hari raya Lebaran pertengahan bulan Agustus yang lalu, Windi ditemukan oleh seorang Bapak di sebuah warung makan, kondisinya seperti orang stress/gila. Rambutnya dicat dengan cat biasa untuk bangunan rumah. Dia sedang tidur, kalau bangun ngomong sendiri, kadang juga marah-marah.  Bapak ini dulu pernah bertugas di Timtim sebelum kemerdekaan Timor Leste. Melihat ciri-ciri fisik Windy seperti orang dari wilayah NTT, maka Bapak ini menghubungi Bapak Abraham yang ia kenal supaya menjemputnya kalau-kalau Bapak Abraham kenal dengan Windy ini. Setelah sampai di TKP Bapak Abraham mengatakan bahwa ia tidak kenal, tapi mungkin teman-teman di mess pabrik ada yang mengenal Windi karena menurut pengakuan Windy ia berasal dari Kupang. Dengan susah payah Bapak Abraham membujuk Windy untuk mau dibawa ke mess pabrik, bahkan Windy sempat takut dan berontak karena mungkin trauma yang dideritanya selama perjalanan sampai Palembang.
Sampai di mess Windy dirawat dan dibersihkan oleh ibu-ibu keluarga buruh di mess pabrik, dia mulai tenang dan mau makan. Beberapa hari memang masih sulit untuk diajak bicara, dia banyak diam. Lama kelamaan dia mulai percaya karena merasa aman di mess itu bersama orang-orang sesama Timor. Sedikit demi sedikit diketahui kisah Windy, namun masih simpang siur dan tidak runtut karena kondisi traumanya. Menurut ceritannya yang tidak rinci itu, Windy diajak merantau mencari pekerjaan oleh temannya Dian (tidak jelas siapa Dian itu) satu tahun yang lalu. Ternyata dia berasal dari Kupang, suku Dawan. Menurut kisahnya, sesampai di Bandara Jakarta Windy terpisah dengan temannya itu karena ketinggalan pesawat. Lalu ada orang yang prihatin akan keadaannya dan dibawa ke Medan. Di Medan Windy diberi pekerjaan, tidak jelas pekerjaan apa. Sempat juga Windi menuturkan bahwa dia disuruh bekerja di sebuah Café. Mungkin karena tidak tahan atau kerena ada masalah diperlakukan tidak baik, dia kabur dan mau kembali ke kampungnya di Kupang. Tidak tahu bagaimana cerita perjalanannya bisa sampai Palembang, katanya cuma berjalan kaki (???) Dalam kondisi jiwa yang labil dan stress akhirnya sampailah Windi di Palembang. Yang memprihatinkan lagi adalah bahwa Windy dalam keadaan hamil 7 bulan. Windy tidak pernah cerita tentang siapa orang yang menghamilinya, kalau ditanya dia diam. Begitulah kira2 kisah perjalanan Windi yang bisa kami ketahui, selebihnya atau tepatnya kami tidak sanggup menggalinya.
Selama di mess pabrik Windi dirawat dan ditemani oleh teman-teman buruh dari Timor, dia bisa berkomunikasi dengan baik walau tetap ada yang masih rahasia yang terungkap. Dia sudah bisa bercanda, bernyanyi dan menari. Kami juga sudah membawa Windi ke rumah sakit untuk memeriksa kesehatan dan kehamilannya. Dengan bantuan Sr. M. Lusiana FCh (JPIC FCh), propinsial FCh dan juga RSK Myria, Windi mendapat pelayanan pemeriksaan kesehatan dan kehamilan. Setelah kira-kira satu bulan berada di mess pabrik akhirnya kami mendapat informasi melalui jejaring sosial Facebook bahwa ada orang yang mengaku sebagai keluarganya Windi. Setelah mengadakan komunikasi dan memastikan bahwa mereka adalah benar kakak-kakak Windi, kami menyampaikan bahwa Windi harus dijemput oleh pihak keluarga dan dibawa pulang ke kampung halamannya di Kupang. Pada tanggal 10 September 2012 seorang kakak Windi yang bernama Ida (nama aslinya Florinda Naif) yang bekerja di Surabaya datang ke Palembang untuk menjemput Windi. Suatu peristiwa perjumpaan yang mengharukan bahwa Windi yang sudah dikabarkan hilang kini sudah ditemukan kembali, lebih-lebih melihat kondisi dan kisah perjalanan Windi yang menyedihkan. Kami membicarakan secara terbuka rencana selanjutnya. Secara terus terang Kakak Ida ini menyampaikan bahwa sampai ada berita ditemukannya Windi mereka (kakak-kakak Windi) masih merahasiakan kondisi Windi yang sebenarnya (stress dan hamil). Kakaknya ini ingin supaya Windi bisa melahirkan dahulu sebelum dibawa pulang ke kampung, entah dimana dan bagaimana caranya. Sebenarnya kami ingin membantu Windy hingga proses kelahirannya, namun karena kondisi kami dan teman2 di mess serba kekurangan (keluarga buruh miskin) maka kami katakan bahwa kami tidak sanggup. Pernah kami mengusulkan untuk membawa Windi dan kakaknya ke Griya Nazaret di Podomoro, yaitu tempat untuk menampung perempuan-perempuan yang hamil di luar nikah. Pihak Griya Nazaret pun mengatakan tidak sanggup untuk menampung kasus seperti Windi ini.
Inilah data-data keluarga Windi yang bisa kami himpun dari hasil pembicaraan dengan kakak Windi:
Nama Ayah                 : Yohanes Naif
Nama Ibu                    : Yuliana Palbeno
Alamat                         : Desa Lemo, RT 05/RW 03
   Kec. Meomafo Barat (Eban), Kab. Timor Tengah Utara (TTS)
Warga Paroki              : Santa Maria diangkat ke Surga.
Saudara2 (Anak2)       : Mereka 7 bersaudara.
1.       Yasinta Naif (suaminya: Raimundus) tinggal di Eban
2.       Klorinda Naif (kerja di Surabaya, yg skrg jemput ke Palembang)
3.       Yovita (Surabaya)
4.       (meninggal)
5.       Monica Naif (TKI di Hongkong)
6.       Windelina Naif (Windy)
7.       Armandus (SMA di kampung)

Setelah pertemuan dengan kakak Windi tersebut saya berangkat ke NTT untuk mengikuti Workhsop VIVAT International di Kuwu, Ruteng, NTT. Dalam Workshop itu saya menyampai-kan kasus Windi ini kepada teman-teman VIVAT yang juga menangani para korban human trafficking. Akhirnya ada teman VIVAT yaitu dari JPIC suster-suster SSpS dari Surabaya bersedia untuk menampung Windi dan kakaknya. Melalui komunikasi telpon dan bantuan Sr. Lusiana FCh akhirnya Windi dan kakakmya sudah dikirim ke Surabaya untuk mendapatkan bantuan dan pelayanan secara professional oleh teman-teman JPIC SSpS disana.
Beberapa hal yang menarik untuk dipelajari dari kasus Windy ini, walaupun belum begitu jelas apa dan bagaimana penyebab sesungguhnya yang dialami oleh seorang seperti Windy ini.
1.      Mungkin saja bahwa yang dikatakan sebagai teman Windy itu, yaitu Dian, adalah salah seorang dari jaringan perdangan manusia (trafficking). Secara halus dan rapi dibuat skenario hingga Windi terpisah dengannya di Bandara Jakarta dan “ditemukan” oleh seorang yang “baik hati”. Maka terjebaklah Windi dalam perdagangan manusia.
2.      Dimana peran aparat kepolisian menghadapi kasus-kasus human trafficking seperti kasus Windi ini?
3.      Windy ditampung sementara di mess pabrik oleh keluarga-keluarga buruh asal Timor di mess pabrik. Walaupun dalam keadaan serba kekurangan teman-teman di mess rela membantu untuk Windy semampu mereka. Dalam keadaan kekurangan mereka masih mau membantu sesamanya yang terlantar. Bagaimana jika ada kasus lagi seperti Windi ini terjadi di Palembang? Apakah yang bisa kita lakukan sebagai warga Gereja Keuskupan Agung Palembang untuk menangani isu-isu human trafficking pada khususnya dan masalah-masalah buruh migrant pada umumnya?
Semoga tulisan ini bisa menjadi peringatan dan pembelajaran bagaimana menghadapi masalah-masalah sosial seperti human trafficking ini.

Palembang, 12 Oktober 2012

Rm. Ant. Dwi Pramono SCJ