MARI KITA
BER-EKOPASTORAL
Suatu ajakan KWI untuk melibatkan diri dalam
melestarikan lingkungan hidup.
Pengantar.
Pada pertengahan bulan Oktober yang lalu saya mendapat pesan
dari Kuria Keuskupan, apakah bisa saya bisa mewakili Keuskupal Agung Palembang
untuk mengikuti Hari Studi dalam Sidang Sinodal KWI di Jakarta? Dengan beberapa
pertimbangan akhirnya saya mengatakan bahwa saya bisa hadir. Dalam hati kecil
saya bertanya-tanya apa kapasitas saya sehingga saya dipercaya untuk mewakil
pertemuan penting ini. Dengan semangat ketaatan iman saya hadir dalam Hari
Studi Sidang KWI itu dan saya percaya bahwa saya bisa menyumbangkan hal yang
berguna dari pertemuan itu bagi umat Keuskupan Agung Palembang.
Sidang KWI tentang
Ekopastoral
Sidang Sinodal Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) pada
tahun ini yang dilaksanakan pada tanggal 5 -15 November, mau menegaskan kembali
komitmen Gereja Katolik untuk terlibat dan bertanggung jawab dalam
menyelamatkan lingkungan hidup. Sidang KWI diawali dengan hari studi selama 3 hari
dengan tema KETERLIBATAN GEREJA DALAM MELESTARIKAN KEUTUHAN CIPTAAN. Proses
seluruh hari studi ini cukup dinamis dan dialogis. Pada Pembukaan Sidang
disampaikan beberapa sambutan dari Katua KWI, Dirjen Bimas Katolik, Wakil dari
PGI dan Nuncio. Pada intinya semua mengungkapkan harapan-harapannya agar Sidang
dapat memberi perspektif baru pada masalah lingkungan hidup. Setelah itu Sidang
mendengarkan pengantar hari studi dari Ketua KKP-PMP (Komisi Keadilan
Perdamaian dan Pastorral Migran Perantau), kemudian disampaikan juga
masukan-masukan dari para nara sumber. Selanjutnya proses Sidang diisi dengan
tiga kali sharing/diskusi kelompok dan pleno yang membahas tentang akar masalah
pengrusakan lingkungan dan usaha-usaha Gereja lokal dalam ikut serta mencegah dan
menyelamatkan lingkungan hidup di masing-masing wilayah regio gerejani. Pada
akhir Hari Studi tersebut tim Panitia berhasil merumuskan suatu draft yang
nantinya akan digodog lebih lanjut oleh para Uskup dalam Sidang selanjutnya
menjadi seruan bersama dalam bentuk Pesan Pastoral. Pesan Pastoral yang bertema
‘Lingkungan’ ini tersebut ditandatangani oleh Mgr. Ignatius Suharyo sebagai
Ketua Presidium KWI yang baru, dan Mgr. Johannes Pujasumarta sebagai Sekjen
KWI.
Apa itu Ekopastoral?
Bila ditanya apa itu ekopastoral dan bagaimana persisnya bentuk
pastoral itu? Mungkin saya pun tidak bisa langsung menjawab. Saya tahu apa itu
“ekologi”, saya tahu apa itu “pastoral”, namun tidak bisa langsung menjelaskan
seperti apa konkritnya ekopastoral itu, karena saya bukan atau belum menjadi
seorang pakar lingkungan hidup. Mungkin saya juga perlu bertobat seperti Anda
untuk semakin mencintai lingkungan hidup dan menjadi aktivis/penggerak dalam
melestarikan keutuhan ciptaan. Ada satu artikel dalam Majalah Mingguan HIDUP yang
ditulis oleh St. Ferry Sutrisna Wijaya Pr,
“Kalau ditanya ‘kapan bertobat?’, saya sering mengatakan bahwa saya bertobat
ketika dibaptis, masuk seminari, masuk dunia pendidikan nilai, dan saat ikut
gerakan lingkungan hidup. Dengan rangkaian pertobatan itu, saya semakin ingin
menjadi imam yang bergerak dalam bidang pendidikan nilai dan pendidikan
lingkungan hidup”.
Dalam Kompendium Ajaran Sosial Gereja (dikeluarkan oleh Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian)
terdapat referensi ajaran Gereja tentang lingkungan hidup. Dalam satu bab
khusus (Bab 10) yang berjudul
“Melindungi dan Melestarikan Lingkungan Hidup”, di sana dibahas berbagai hal mulai
dari segi alkitabiah, krisis relasi manusia dengan lingkungan hidup, hukum,
peran lembaga riset dan politisi, sektor informasi, aspek demografi, masalah
air, sampai pada gaya hidup.
Apa saja yang menjadi lingkup kegiatan dalam gerakan
ekopastoral? Romo Dr. B. Herry Priyono SJ, sebagai anggota tim SC hari studi Sidang
KWI, memberi masukan yang berguna kepada kita. Pertama, mulai dengan hal yang sederhana tapi yang sering
diabaikan, yaitu kondisi lingkungan alam di sekitar kita, misalnya dengan
penghijauan, perawatan flora dan fauna, memnjaga kualitas air, tanah dan udara,
dll. Kedua,
pemihakan pada kelompok-kelompok yang paling dekat dengan sumber daya alam yang
juga sering diabaikan, yaitu para petani, bidang pertanian, peternakan dan
produsen ketahanan pangan. Kelompok ini sering menjadi korban manipulasi
cukong-cukong besar, dan akhirnya demi mengejar target sampai melalaikan
kelestarian alam. Ketiga, gerakan
ekopastoral juga menuntut pembukaan diri kita pada kerjasama dengan berbagai
pihak yang berkehendak baik dari pihak-pihak lain, misalnya dengan agama atau
kelompok pecinta lingkungan lain. Keempat,
gerakan ekopastoral juga perlu dimasukkan dalam penggarapan di bidang liturgi
dan katekese umat, dengan demikian dapat membawa umat pada keterlibatan pada
perbaikan dan pembangunan keutuhan ciptaan dan ekosistem.
Dengan berbagai usaha di atas kiranya gerakan ekopastoral
menjadi suatu undangan dan panggilan untuk membentuk habitus baru, yaitu
perubahan cara merasa, cara berpikir dan cara bertindak untuk memperjuangkan
cita-cita injili dan melestarikan keutuhan ciptaan. Itulah perjuangan bagi
‘kebaikan bersama’ (bonum commune)
yang dalam jaman ini berupa gerakan untuk memperbaiki kehancuran ekosistem alam
dan kehidupan kita serta anak-cucu kita.
Gereja ikut prihatin
akan Kerusakan Lingkungan Hidup
Pesan adalah suatu amanah, dan amanah itu harus
dilaksanakan. Itulah yang diharapkan oleh si pemberi pesan. Kita percaya bahwa
para Uskup adalah penerus para Rasul yang menerima langsung tugas perutusan
dari Tuhan kita, Yesus Kristus. Apa yang disampaikan dalam pesan pastoral KWI
kali ini adalah hal sangat dekat kehidupan kita, maka hendaklah kita laksanakan
dan wujudkan dalam tindakan konkrit untuk ikut serta melestarikan alam ciptaan
sebagai gerakan bersama di Keuskupan kita ini.
Seperti apakah wajah bumi kita yag kita didiami ini? Para
Uskup menyampaikan keprihatinan yang mendalam akan kondisi lingkungan hidup
kita sebagai berikut: “..... kenyataannya, lingkungan yang adalah anugerah Allah
itu, dieksploitasi oleh manusia secara serakah dan ceroboh serta tidak
memperhitungan kebaikan bersama, misalnya penebangan hutan, pembukaan lahan
untuk perkebunan dan pertambangan yang kurang bertanggung jawab.
Lingkungan menjadi rusak, terjadi bencana alam, lahir konflik sosial,
akses pada sumber daya alam hilang dan terjadi marginalisasi masyarakat
lokal/adat, perempuan dan anak-anak. Keadaan itu diperparah oleh
kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada kepentingan politik sesaat dan pola
pikir jangka pendek yang mengabaikan keadilan lingkungan. Akibatnya antara lain
pemanasan bumi, bertumpuknya sampah, pencemaran air tanah, laut, udara serta
tanah, pengurasan sumber daya alam yang menyebabkan kerusakan lingkungan dalam
skala besar”.
Suatu
gerakan bersama
Kita semua sudah merasakan dampak dari kerusakan lingkungan di
Sumatera bagian Selatan ini, perubahan iklim yang tidak menentu mengakibatkan
bencana alam dimana-mana. Sudah banyak orang yang menyadari hal ini dan membuat
gerakan-gerakan pelestarian lingkungan hidup, namun lebih banyak lagi orang
yang belum menyadarinya dan terus menerus merusak lingkungan dengan sikap dan
gaya hidup yang tidak ramah lingkungan. Kita sebagai umat Katolik di Keuskupan
Agung Palembang ini termasuk yang mana dari dua golongan tadi? Berdasarkan
Pesan Pastoral para Uskup tentang Keterlibatan Gereja melestarikan keutuhan
ciptaan ini sudah saatnya umat KAPal membuat gerakan bersama untuk
menyelamatkan bumi ini dari kehancuran. Kiranya sudah banyak orang atau umat
Katolik yang terlibat dalam usaha pelestarian lingkungan hidup baik secara
pribadi maupun kelompok, namun akan menjadi lebih terasa dampaknya apabila
menjadi gerakan bersama di seluruh wilayah Keuskupan Agung Palembang ini. Bersama orang-orang lain yang berkehendak baik
kita mau ikut serta dalam penyelamatan bumi ini. Sudah saatnya kita menggiatkan
suatu pastoral umat yang dapat menggerakkan kepedulian umat terhadap lingkungan
ekologi hidup kita, yaitu ekopastoral, seperti dicanangkan Pesan Pastoral KWI
2012 ini.
Dari mana kita bisa memulai gerakan bersama ini? Menurut saya,
untuk bisa bergerak orang harus sadar dulu bahwa memang perlu bergerak,
misalnya: ada orang mulai sadar bahwa sampah menjadi salah satu sebab dari
pemanasan global, lalu orang itu mulai membiasakan diri di rumahnya dan juga di
tempat-tempat umum untuk memilah-milah sampah berdasarkan jenisnya, dan
seterusnya. Maka pertama-tama perlu penyadaran untuk seluruh umat akan bahaya
pemanasan global akibat dari bermacam-macam pencemaran lingkungan karena ulah
manusia sendiri. Sebenarnya sudah banyak slogan-slogan dan animasi yang bisa
kita jumpai baik di media cetak maupun elektronik, dan juga sudah banyak
kolompok masyarakat peduli lingkungan yang bisa kita contoh program
kegiatannya.
Masih
banyak kegiatan lain sebagai tindakan bersama untuk menyelamatkan bumi yang
kita cintai ini. Gereja Katolik sebagai organisasi terbesar di dunia
sesungguhnya bisa menjadi kekuatan yang nyata untuk mengubah dunia, namun sayangnya bahwa terkadang hanya bisa memperdengarkan
suaranya yang keras saja, misalnya seperti pesan bapak Paus, pesan para Uskup,
seruan Gereja, dan lain-lain. Gereja selalu bersuara untuk memperjuangkan
keadilan, perdamaian, kepedulian terhadap masalah-masalah sosial, kesetaraan
gender, dan lain-lain, namun Gereja tidak bisa berbuat banyak bila melihat
banyaknya demonstrasi para buruh yang menuntut upah adil dan layak.
Mari kita mulai
Sekedar
suatu pemikiran untuk gerakan bersama di Keuskupan kita ini dalam menanggapi
Pesan Para Uskup tentang Ekopastoral, bahwa perlulah dibentuk suatu team
sebagai penggerak utama pastoral ekologi ini. Team ekopastoral ini bertugas
untuk merencanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan gerakan peduli
lingkungan hidup. Ada cukup banyak kelompok umat yang bisa digerakkan mulai
dari lingkungan-lingkungan, stasi, paroki; bahkan sampai pada kelompok-kelompok
katergorial yag ada di Keuskupan kita, misalnya: mulai dari kelompok anak-anak
Sekolah Bina Iman, Orang Muda Katolik, sekolah-sekolah Katolik, rumah-rumah
biara dengan berbagai karya kerasulannya.
Wacana
yang biasa dipakai untuk memulai gerakan bersama dalam Gereja ini adalah pada
kesempatan Aksi Puasa Pembangunan, karena dalam APP ini selalu ada proses
penyadaran akan situasi konkrit, refleksi dari Kitab Suci atas situasi konkrit
itu, membangun niat dan pertobatan, dan akhirnya ada rencana kegiatan konkrit
untuk mewujudkan pertobatan tersebut. Saya yakin bahwa pada kesempatan APP yang
membahas tentang lingkungan hidup ini akan terus berlanjut dan menjadi kegiatan
tetap di Keuskupan kita. Mengapa? Karena sebelumnya sudah dibentuk team
ekopastoral, yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai kepedulian
terhadap pelestarian lingkungan hidup. Team ekopastoral inilah yang nantinya
diharapkan bisa mempersiapkan bahan-bahan pertemuan APP bersama dengan Komisi
PSE dan Komisi Kateketik Keuskupan. Bahan pertemuan APP dapat dikemas secara
menarik dan informatif, antara lain tentang bahaya pemanasan global, baik sebab
maupun akibatnya, contoh-contoh kegiatan dalam mengurangi atau memperlambat
pemanasan global, dan tentunya sambil direfleksikan dalam terang Sabda Tuhan
berdasarkan Kitab Suci.
Kalau kita
melihat kegiatan-kegiatan umat sekitar masa pra-paskah dalam mendalami
bahan-bahan APP, biasanya hanya berhenti sebatas permenungan dan refleksi hidup
beriman berdasarkan Kitab Suci, kemudian ada perwujudan nyata dalam bentuk
pengumpulan dana sebagai hasil dari puasa pertobatan. Dengan adanya team
ekopastoral ini diharapkan dapat menggugah banyak umat untuk terlibat dalam
usaha penyelamatan bumi dari kerusakannya, yaitu dengan membuat
kegiatan-kegiatan peduli lingkungan secara berkelanjutan. Ada banyak kegiatan
yang bisa dilakukan dalam ekopastoral ini, diantaranya: kampanye dan animasi go green, seminar dan pelatihan untuk
pengolahan sampah menjadi sesuatu yang berguna, penanaman pohon, bank sampah,
gerakan hemat energi, dan lain-lain. Gerakan umat yang dimotori oleh team
ekopastoral ini bahkan bisa sampai pada kegiatan advokasi untuk menolak
kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro lingkungan hidup, misalnya: tolak
tambang, perambahan hutan untuk areal perkebunan, pembakaran lahan yang dapat
menyebabkan polusi udara, dll.
Saya
memimpikan Gereja Katolik Indonesia menjadi pelopor dan penggerak lingkungan
hidup dimana umat hadir sebagai anggota masyarakat. Maka ambilah dan bacalah
lagi Pesan Pastoral para gembala kita tentang ekopastoral, apakah itu cukup
menggerakkan hati kita untuk membangun pertobatan ekologis. Kita harus bergerak
bersama dalam semua jalur untuk ikut menyelamatkan bumi ini dan memelihara
keutuhan ciptaan. Ekopastoral atau pastoral merawat bumi menuju keutuhan
ciptaan ciptaan adalah tanggung jawab kita.
Palembang,
1 Desember 2012.
(Rm Ant.
Dwi Pramono SCJ)
1 komentar:
salam kenal romo,
sebuah tulisan yang sangat menarik tentang gerakan ekopastoral. saya yakin jika setiap pemimpin pemimpin agama menyerukan tentang bagaimana pentinya menjaga Lingkungan Hidup dan sumber daya alam di Sumatera selatan maka kami yakin ekologi sumsel dan konflik konflik sumber daya alam yang setiap tahunnya terus meningkat di Sumsel dan Indonesia ini akan cepat tertpulihkan dan terselesaikan.
salam
Pulihkan Sumsel, Pulihkan Indonesia!! Utamakan Keselamatan Rakyat.
Posting Komentar