Minggu, 06 Januari 2013

Ekopastoral di Keuskupan Agung Palembang


MARI KITA BER-EKOPASTORAL
Suatu ajakan KWI untuk melibatkan diri dalam melestarikan lingkungan hidup.

Pengantar.
Pada pertengahan bulan Oktober yang lalu saya mendapat pesan dari Kuria Keuskupan, apakah bisa saya bisa mewakili Keuskupal Agung Palembang untuk mengikuti Hari Studi dalam Sidang Sinodal KWI di Jakarta? Dengan beberapa pertimbangan akhirnya saya mengatakan bahwa saya bisa hadir. Dalam hati kecil saya bertanya-tanya apa kapasitas saya sehingga saya dipercaya untuk mewakil pertemuan penting ini. Dengan semangat ketaatan iman saya hadir dalam Hari Studi Sidang KWI itu dan saya percaya bahwa saya bisa menyumbangkan hal yang berguna dari pertemuan itu bagi umat Keuskupan Agung Palembang.

Sidang KWI tentang Ekopastoral
Sidang Sinodal Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) pada tahun ini yang dilaksanakan pada tanggal 5 -15 November, mau menegaskan kembali komitmen Gereja Katolik untuk terlibat dan bertanggung jawab dalam menyelamatkan lingkungan hidup. Sidang KWI diawali dengan hari studi selama 3 hari dengan tema KETERLIBATAN GEREJA DALAM MELESTARIKAN KEUTUHAN CIPTAAN. Proses seluruh hari studi ini cukup dinamis dan dialogis. Pada Pembukaan Sidang disampaikan beberapa sambutan dari Katua KWI, Dirjen Bimas Katolik, Wakil dari PGI dan Nuncio. Pada intinya semua mengungkapkan harapan-harapannya agar Sidang dapat memberi perspektif baru pada masalah lingkungan hidup. Setelah itu Sidang mendengarkan pengantar hari studi dari Ketua KKP-PMP (Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastorral Migran Perantau), kemudian disampaikan juga masukan-masukan dari para nara sumber. Selanjutnya proses Sidang diisi dengan tiga kali sharing/diskusi kelompok dan pleno yang membahas tentang akar masalah pengrusakan lingkungan dan usaha-usaha Gereja lokal dalam ikut serta mencegah dan menyelamatkan lingkungan hidup di masing-masing wilayah regio gerejani. Pada akhir Hari Studi tersebut tim Panitia berhasil merumuskan suatu draft yang nantinya akan digodog lebih lanjut oleh para Uskup dalam Sidang selanjutnya menjadi seruan bersama dalam bentuk Pesan Pastoral. Pesan Pastoral yang bertema ‘Lingkungan’ ini tersebut ditandatangani oleh Mgr. Ignatius Suharyo sebagai Ketua Presidium KWI yang baru, dan Mgr. Johannes Pujasumarta sebagai Sekjen KWI.

Apa itu Ekopastoral?
Bila ditanya apa itu ekopastoral dan bagaimana persisnya bentuk pastoral itu? Mungkin saya pun tidak bisa langsung menjawab. Saya tahu apa itu “ekologi”, saya tahu apa itu “pastoral”, namun tidak bisa langsung menjelaskan seperti apa konkritnya ekopastoral itu, karena saya bukan atau belum menjadi seorang pakar lingkungan hidup. Mungkin saya juga perlu bertobat seperti Anda untuk semakin mencintai lingkungan hidup dan menjadi aktivis/penggerak dalam melestarikan keutuhan ciptaan. Ada satu artikel dalam Majalah Mingguan HIDUP yang ditulis oleh St. Ferry Sutrisna Wijaya Pr, “Kalau ditanya ‘kapan bertobat?’, saya sering mengatakan bahwa saya bertobat ketika dibaptis, masuk seminari, masuk dunia pendidikan nilai, dan saat ikut gerakan lingkungan hidup. Dengan rangkaian pertobatan itu, saya semakin ingin menjadi imam yang bergerak dalam bidang pendidikan nilai dan pendidikan lingkungan hidup”.
Dalam Kompendium Ajaran Sosial Gereja (dikeluarkan oleh Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian) terdapat referensi ajaran Gereja tentang lingkungan hidup. Dalam satu bab khusus (Bab 10) yang berjudul “Melindungi dan Melestarikan Lingkungan Hidup”, di sana dibahas berbagai hal mulai dari segi alkitabiah, krisis relasi manusia dengan lingkungan hidup, hukum, peran lembaga riset dan politisi, sektor informasi, aspek demografi, masalah air, sampai pada gaya hidup.
Apa saja yang menjadi lingkup kegiatan dalam gerakan ekopastoral?  Romo Dr. B. Herry Priyono SJ, sebagai anggota tim SC hari studi Sidang KWI, memberi masukan yang berguna kepada kita. Pertama, mulai dengan hal yang sederhana tapi yang sering diabaikan, yaitu kondisi lingkungan alam di sekitar kita, misalnya dengan penghijauan, perawatan flora dan fauna, memnjaga kualitas air, tanah dan udara, dll.  Kedua, pemihakan pada kelompok-kelompok yang paling dekat dengan sumber daya alam yang juga sering diabaikan, yaitu para petani, bidang pertanian, peternakan dan produsen ketahanan pangan. Kelompok ini sering menjadi korban manipulasi cukong-cukong besar, dan akhirnya demi mengejar target sampai melalaikan kelestarian alam. Ketiga, gerakan ekopastoral juga menuntut pembukaan diri kita pada kerjasama dengan berbagai pihak yang berkehendak baik dari pihak-pihak lain, misalnya dengan agama atau kelompok pecinta lingkungan lain. Keempat, gerakan ekopastoral juga perlu dimasukkan dalam penggarapan di bidang liturgi dan katekese umat, dengan demikian dapat membawa umat pada keterlibatan pada perbaikan dan pembangunan keutuhan ciptaan dan ekosistem.
Dengan berbagai usaha di atas kiranya gerakan ekopastoral menjadi suatu undangan dan panggilan untuk membentuk habitus baru, yaitu perubahan cara merasa, cara berpikir dan cara bertindak untuk memperjuangkan cita-cita injili dan melestarikan keutuhan ciptaan. Itulah perjuangan bagi ‘kebaikan bersama’ (bonum commune) yang dalam jaman ini berupa gerakan untuk memperbaiki kehancuran ekosistem alam dan kehidupan kita serta anak-cucu kita.

Gereja ikut prihatin akan Kerusakan Lingkungan Hidup
Pesan adalah suatu amanah, dan amanah itu harus dilaksanakan. Itulah yang diharapkan oleh si pemberi pesan. Kita percaya bahwa para Uskup adalah penerus para Rasul yang menerima langsung tugas perutusan dari Tuhan kita, Yesus Kristus. Apa yang disampaikan dalam pesan pastoral KWI kali ini adalah hal sangat dekat kehidupan kita, maka hendaklah kita laksanakan dan wujudkan dalam tindakan konkrit untuk ikut serta melestarikan alam ciptaan sebagai gerakan bersama di Keuskupan kita ini.
Seperti apakah wajah bumi kita yag kita didiami ini? Para Uskup menyampaikan keprihatinan yang mendalam akan kondisi lingkungan hidup kita sebagai berikut: “..... kenyataannya, lingkungan yang adalah anugerah Allah itu,  dieksploitasi oleh manusia secara serakah dan ceroboh serta tidak memperhitungan kebaikan bersama, misalnya penebangan hutan, pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertambangan yang kurang bertanggung jawab.  Lingkungan menjadi rusak, terjadi bencana alam, lahir konflik sosial, akses pada sumber daya alam hilang dan terjadi marginalisasi masyarakat lokal/adat, perempuan dan anak-anak. Keadaan itu diperparah oleh kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada kepentingan politik sesaat dan pola pikir jangka pendek yang mengabaikan keadilan lingkungan. Akibatnya antara lain pemanasan bumi, bertumpuknya sampah, pencemaran air tanah, laut, udara serta tanah, pengurasan sumber daya alam yang menyebabkan kerusakan lingkungan dalam skala besar”.
Suatu gerakan bersama
Kita semua sudah merasakan dampak dari kerusakan lingkungan di Sumatera bagian Selatan ini, perubahan iklim yang tidak menentu mengakibatkan bencana alam dimana-mana. Sudah banyak orang yang menyadari hal ini dan membuat gerakan-gerakan pelestarian lingkungan hidup, namun lebih banyak lagi orang yang belum menyadarinya dan terus menerus merusak lingkungan dengan sikap dan gaya hidup yang tidak ramah lingkungan. Kita sebagai umat Katolik di Keuskupan Agung Palembang ini termasuk yang mana dari dua golongan tadi? Berdasarkan Pesan Pastoral para Uskup tentang Keterlibatan Gereja melestarikan keutuhan ciptaan ini sudah saatnya umat KAPal membuat gerakan bersama untuk menyelamatkan bumi ini dari kehancuran. Kiranya sudah banyak orang atau umat Katolik yang terlibat dalam usaha pelestarian lingkungan hidup baik secara pribadi maupun kelompok, namun akan menjadi lebih terasa dampaknya apabila menjadi gerakan bersama di seluruh wilayah Keuskupan Agung Palembang ini.  Bersama orang-orang lain yang berkehendak baik kita mau ikut serta dalam penyelamatan bumi ini. Sudah saatnya kita menggiatkan suatu pastoral umat yang dapat menggerakkan kepedulian umat terhadap lingkungan ekologi hidup kita, yaitu ekopastoral, seperti dicanangkan Pesan Pastoral KWI 2012 ini.
Dari mana kita bisa memulai gerakan bersama ini? Menurut saya, untuk bisa bergerak orang harus sadar dulu bahwa memang perlu bergerak, misalnya: ada orang mulai sadar bahwa sampah menjadi salah satu sebab dari pemanasan global, lalu orang itu mulai membiasakan diri di rumahnya dan juga di tempat-tempat umum untuk memilah-milah sampah berdasarkan jenisnya, dan seterusnya. Maka pertama-tama perlu penyadaran untuk seluruh umat akan bahaya pemanasan global akibat dari bermacam-macam pencemaran lingkungan karena ulah manusia sendiri. Sebenarnya sudah banyak slogan-slogan dan animasi yang bisa kita jumpai baik di media cetak maupun elektronik, dan juga sudah banyak kolompok masyarakat peduli lingkungan yang bisa kita contoh program kegiatannya.
         
Masih banyak kegiatan lain sebagai tindakan bersama untuk menyelamatkan bumi yang kita cintai ini. Gereja Katolik sebagai organisasi terbesar di dunia sesungguhnya bisa menjadi kekuatan yang nyata untuk mengubah dunia, namun sayangnya  bahwa terkadang hanya bisa memperdengarkan suaranya yang keras saja, misalnya seperti pesan bapak Paus, pesan para Uskup, seruan Gereja, dan lain-lain. Gereja selalu bersuara untuk memperjuangkan keadilan, perdamaian, kepedulian terhadap masalah-masalah sosial, kesetaraan gender, dan lain-lain, namun Gereja tidak bisa berbuat banyak bila melihat banyaknya demonstrasi para buruh yang menuntut upah adil dan layak.

Mari kita mulai
Sekedar suatu pemikiran untuk gerakan bersama di Keuskupan kita ini dalam menanggapi Pesan Para Uskup tentang Ekopastoral, bahwa perlulah dibentuk suatu team sebagai penggerak utama pastoral ekologi ini. Team ekopastoral ini bertugas untuk merencanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan gerakan peduli lingkungan hidup. Ada cukup banyak kelompok umat yang bisa digerakkan mulai dari lingkungan-lingkungan, stasi, paroki; bahkan sampai pada kelompok-kelompok katergorial yag ada di Keuskupan kita, misalnya: mulai dari kelompok anak-anak Sekolah Bina Iman, Orang Muda Katolik, sekolah-sekolah Katolik, rumah-rumah biara dengan berbagai karya kerasulannya.
Wacana yang biasa dipakai untuk memulai gerakan bersama dalam Gereja ini adalah pada kesempatan Aksi Puasa Pembangunan, karena dalam APP ini selalu ada proses penyadaran akan situasi konkrit, refleksi dari Kitab Suci atas situasi konkrit itu, membangun niat dan pertobatan, dan akhirnya ada rencana kegiatan konkrit untuk mewujudkan pertobatan tersebut. Saya yakin bahwa pada kesempatan APP yang membahas tentang lingkungan hidup ini akan terus berlanjut dan menjadi kegiatan tetap di Keuskupan kita. Mengapa? Karena sebelumnya sudah dibentuk team ekopastoral, yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai kepedulian terhadap pelestarian lingkungan hidup. Team ekopastoral inilah yang nantinya diharapkan bisa mempersiapkan bahan-bahan pertemuan APP bersama dengan Komisi PSE dan Komisi Kateketik Keuskupan. Bahan pertemuan APP dapat dikemas secara menarik dan informatif, antara lain tentang bahaya pemanasan global, baik sebab maupun akibatnya, contoh-contoh kegiatan dalam mengurangi atau memperlambat pemanasan global, dan tentunya sambil direfleksikan dalam terang Sabda Tuhan berdasarkan Kitab Suci.
Kalau kita melihat kegiatan-kegiatan umat sekitar masa pra-paskah dalam mendalami bahan-bahan APP, biasanya hanya berhenti sebatas permenungan dan refleksi hidup beriman berdasarkan Kitab Suci, kemudian ada perwujudan nyata dalam bentuk pengumpulan dana sebagai hasil dari puasa pertobatan. Dengan adanya team ekopastoral ini diharapkan dapat menggugah banyak umat untuk terlibat dalam usaha penyelamatan bumi dari kerusakannya, yaitu dengan membuat kegiatan-kegiatan peduli lingkungan secara berkelanjutan. Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan dalam ekopastoral ini, diantaranya: kampanye dan animasi go green, seminar dan pelatihan untuk pengolahan sampah menjadi sesuatu yang berguna, penanaman pohon, bank sampah, gerakan hemat energi, dan lain-lain. Gerakan umat yang dimotori oleh team ekopastoral ini bahkan bisa sampai pada kegiatan advokasi untuk menolak kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro lingkungan hidup, misalnya: tolak tambang, perambahan hutan untuk areal perkebunan, pembakaran lahan yang dapat menyebabkan polusi udara, dll.
Saya memimpikan Gereja Katolik Indonesia menjadi pelopor dan penggerak lingkungan hidup dimana umat hadir sebagai anggota masyarakat. Maka ambilah dan bacalah lagi Pesan Pastoral para gembala kita tentang ekopastoral, apakah itu cukup menggerakkan hati kita untuk membangun pertobatan ekologis. Kita harus bergerak bersama dalam semua jalur untuk ikut menyelamatkan bumi ini dan memelihara keutuhan ciptaan. Ekopastoral atau pastoral merawat bumi menuju keutuhan ciptaan ciptaan adalah tanggung jawab kita.

Palembang, 1 Desember 2012.

(Rm Ant. Dwi Pramono SCJ)

1 komentar:

Hadi jatmiko mengatakan...

salam kenal romo,
sebuah tulisan yang sangat menarik tentang gerakan ekopastoral. saya yakin jika setiap pemimpin pemimpin agama menyerukan tentang bagaimana pentinya menjaga Lingkungan Hidup dan sumber daya alam di Sumatera selatan maka kami yakin ekologi sumsel dan konflik konflik sumber daya alam yang setiap tahunnya terus meningkat di Sumsel dan Indonesia ini akan cepat tertpulihkan dan terselesaikan.

salam
Pulihkan Sumsel, Pulihkan Indonesia!! Utamakan Keselamatan Rakyat.